Kamis, 27 Desember 2012

Tugas Soft skilll


Nama : Noor rochman
Kelas : 3IB02
Tugas : shoft skill

http://www.gunadarma.ac.id
Bab 4.
Analisis Incremental
Dalam proses pengambilan keputusan, tentu biasanya ada beberapa varian atau jalan yang akan diambil. Masing-masing pasti beresiko dan ada kelemahan dan kelebihanya. Apalagi dalam dunia bisnis, suatu keputusan yang diambil harus bisa membawa kancah perusahaan ke dalam hal yang lebih baik dan lebih menguntungkan serta lebih meminimalkan resiko yang terjadi. Ya, akhirnya sama-sama saja. Pilih keputusan yang paling baik dari yang terbaik, hehehe… Untuk memutuskan keputusan itu diambil atau ngga tentunya mesti di analysis dulu kan? Nah dalam dunia akuntansi atau bisnis, proses itu disebut dengan “Incremental Analysis”.
Incremental analysis kadang-kadang disebut analisis marjinal atau analisis diferensial, digunakan untuk menganalisis informasi keuangan yang diperlukan untuk pengambilan keputusan. Lebih jelasnya, ini mengidentifikasi pendapatan yang relevan dan biaya-biaya dari setiap alternatif dan dampak yang diharapkan dari setiap alternatif itu pada pendapatan masa depan.
Contoh kasus:
Memperbaiki atau membeli baru. Hal ini juga perlu analysis yang matang untuk memutuskanya. Misal mesin fotokopi rusak, alalu dihadapkan pada keputusan memperbaikinya atau membeli yang baru. Segalanya mesti dipertimbangkan dari segi depresiasinya, Kelnajutan usahanya dan lain sabagainya.
Hal ini jelas penting untuk dapat memahami bagaimana keputusan seperti ini mempengaruhi baik biaya tetap dan variabel. Jika elemen biaya yang diberikan tidak berubah dengan keputusan tertentu, itu tidak relevan untuk tujuan keputusan itu dan kita dapat mengabaikannya. Hal ini dapat menyederhanakan perhitungan. Sebagai contoh, jika perubahan hanya karena keputusan adalah peningkatan atau penurunan biaya variabel, semua yang perlu kita lakukan adalah menghitung ulang margin kontribusi.
 Benefit Cost Ratio
 Benefit Cost Ratio
Benefit cost ratio (B/C R) merupakan suatu analisa pemilihan proyek yang
biasa dilakukan karena mudah, yaitu perbandingan antara  benefit dengan  cost.
Kalau nilainya < 1 maka proyek itu tidak ekonomis, dan kalau > 1 berarti proiyek
itu feasible. Kalau B/C ratio = 1 dikatakan proyek itu marginal (tidak rugi dan tidak untung).
Benefit dan cost tetap
Contoh masalah;
Misalnya suatu pryek pengairan mempunyai umur ekonomis 30 tahun, investasi
awal pada awal tahun pertama adalah Rp 1 milyar  sedang biaya OP Rp 20
juta/tahun, keuntungan proyek adalah Rp 126 juta/tahun. Bunga bank 5 %, maka :
Biaya tahunan :
Bunga bank 5%                 Rp 50 juta
Depresiasi 30 tahun            Rp 15 juta
OP                                   Rp 20 juta
Total biaya tahunan Rp 85 juta
Benefit per tahun Rp 126 juta
B/C ratio = 126/85 = 1,48
Seperti pada contoh di atas, capital cost Rp 1 milyar, annual benefit Rp 126 juta,
annual OP Rp 20 juta.

Benefit dan cost tidak tetap
Kalau benefit dan cost tidak sama tiap tahunnya maka analisa dilakukan
bedasarkan nilai sekarang (present value) atau nilai yang akan datang (future
value) pada suatu waktu tertentu.  Yang mempengaruhi nilai B/C ratio adalah
besarnya bunga bank. Semakin rendah nilai bunga bank semakin tinggi nilai B/C
ratio.
Kalau OP dianggap sebagai yang mengurangi jumlah benefit tiap tahunnya,
maka nilai B/C ratio berubah. Misalnya pada bunga 5%, total biaya tahunan
menjadi Rp 65 juta dan benefit tahunan menjadi Rp 126 juta – Rp 20 juta = Rp
106 juta sehingga nilai B/C ratio menjadi 106/65 = 1,63.TC 326 - TA.2009/2010         
2
Kalau ratio dihitung dengan tetap memperhitungkan biaya OP tahunan, maka
disebut B/C ratio.  Sedangkan kalau biaya OP dikurangkan pada benefit maka
disebut B/C* ratio. Jadi harus dijelaskan cara mana yang akan dipakai.
Net benefit
Net benefit adalah benefit dikurangi cost. Untuk beneifit dan cost yang
konstan maka net benefit tahunan adalah selisih dari kedua parameter ini,
sedangkan untuk benefit dan cost yang tidak konstan, selisih harus dihitung atas
present value atau future value pada waktu yang sama. Pengurangan benefit
dengan biaya OP tidak mempengaruhi net benefit. Sebagai contoh pada bunga 5
% benefit dikurangi OP = Rp 106 juta sedang biaya tahunan Rp 65 juta maka net
benefit = Rp 106 juta – Rp 65 juta = Rp 41 juta sama kalau benefit tahunan tidak
dikurangi dengan biaya OP tahunan, yaitu Rp 126 juta – Rp 85 juta = Rp 41 juta.


Analisa Payback Period
Dalam pendirian usaha mandiri, study kelayakan bisnis perlu dilakukan sebelum usaha mulai dilaksanakan. Karena usaha yang dilakukan atau dibangun sendiri, meski laba yang didapat lebih banyak karena tidak dibagi-bagi, kerugiannya pun harus ditanggung sendiri.
Beberapa metode bisa diterapkan untuk mengukur kelayakanusaha mandiri. Antara lain metode Payback Period (PP), Index Rate Return (IRR) dan Net Present Value (NPV). Pada bahasan kali ini, akan dijelaskan metode analisis kelayakan usaha mandiri dengan payback period atau waktu pengembalian modal. Untuk bahasan lain seperti NPV dan IRR akan dibahas dalam kesempatan lain.
Payback Period (PP)
Lama tidaknya waktu pengembalian modal tidak bisa disamaratakan pada setiap usaha mandiri maupun kelompok. Adakalanya modal memang harus kembali dengan cepat, adakalanya kembali hingga bertahun-tahun.
Sebagai contoh kasus, dalam sebuah usaha mendiri skala kecil seperti berjualan donat keliling, jika waktu pengembalian modalnya sampai setengah tahun, keberlangsungan usaha mandiri ini bisa terancam. Karena dalam usaha makanan seperti itu ketika modal tidak cepat kembali dan uang tidak berputar dengan cepat maka anda bisa kehabisan modal untuk membeli bahan baku produksi donat. Terlebih jika modal yang dimiliki dalam usaha mandiri tersebut cukup minim.
Lain halnya dengan usaha mandiri seperti investasi pada pembangunan ruko yang tujuannya untuk disewakan. Misal investasi yang dibutuhkan untuk membeli satu blok ruko sebesar 200 juta, maka wajar saja jika waktu pengembalian modal usaha mandiri ini bisa sampai bertahun-tahun karena tujuannya memang untuk disewakan.
Rata-rata pengembalian modal untuk investasi terhadap pembelian tanah atau bangunan memang relatif lama. Meski demikian investasi usaha mandiri di bidang ini menjanjikan terutama jika kita membeli tanah atau apartemen di jantung kota yang harga sewa maupun harga jual kembalinya cenderung naik dari tahun ke tahun.
Adapun komponen yang dibutuhkan dalam study kelayakan bisnis sebuah usaha mandiri dengan metode payback period adalah initial investment dan cashflow.
Pertama, initial investment atau investasi awal merupakan jumlah total dari modal awal usaha seperti biaya perijinan, pembelian alat, penyusutan, promosi, produksi, dan komponen lain semacamnya. Komponen kedua dalam menghitung payback period dalam usaha mandiri adalah cashflow. Berikut cara perhitungannya.
1. Jika cashflow tahunan usaha mandiri tersebut sama maka hitungannya adalah
PP = (nilai investasi awal/cashflow tahunan)
Misalkan sebuah usaha mandiri investasi awalnya 300 juta dengan cashflow pertahunnya 50 juta maka diperkirakan modal akan kembali setelah usaha berjalan selama 6 tahun. Yang didapat dari membagi 300 juta dengan 50 juta.
2. Jika cashflow tahunan usaha mandiri tersebut berbeda
Contoh kasus
Terkadang aliran kas tiap tahun tidak sama, jika demikian maka perhitungannya seperti contoh kasus berikut.
Sebuah usaha mendiri telah mengeluarkan investasi awal untuk berjualan beras dan sembako sebanyak Rp 10.000.000. Pada tahun pertama, karena dana yang ada banyak dipakai untuk perijinan, pembelian alat dan kebutuhan awal lain, makan cashflownya sebesar Rp 50.000. Namun pada tahun kedua cashflow usaha mandiri ini menjadi Rp 3.700.000. Lalu tahun ketiga jumlah produksi dan penjualan naik sehingga cashflow menjadi Rp 4.500.000, kemudian pada tahun ketiga cashflow sebesar Rp 6.300.000.
Dengan kasus tersebut dapat diketahui bahwa cashflow kumulatif usaha mandiri ini pada tahun ke-1, 2, 3, dan 4 berturut-turut adalah Rp 50.000, Rp 3.750.000, Rp 8.250.000, dan Rp 14.550.000.
PP=3+[(10.000.000-8.250.000)/(14.550.000-8.250.000)
=3+[1.750.000/6.300.000]
= 3 + 0.28
Kemudian dihitung 0.28 x 12 bulan = 2.35 (atau sekitar 3 bulan). Sehingga diketahui bahwa modal akan kembali setelah 3 tahun 3 bulan.




Break Even point
Break Even point atau BEP adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan keuntungan / profit.
Rumus Analisis Break Even :
BEP = Total Fixed Cost / (Harga perunit - Variabel Cost Perunit)
Keterangan :
- Fixed cost : biaya tetap yang nilainya cenderung stabil tanpa dipengaruhi unit yang diproduksi.
- Variable cost : biaya variabel yang besar nilainya tergantung pada benyak sedikit jumlah barang yng diproduksi.
Contoh :
Misalnya ada perusahaan konveksi kaos kaki murah yang harga satu buah kaos kaki adalah Rp. 10.000 dengan biaya variabel sebesar Rp. 5.000 per kaos kaki dan biaya tatap sebesar Rp. 10.000.000
BEP = 10.000.000 / (10.000 - 5.000)
BEP = 20.000
Jadi diperlukan memproduksi 20.000 kaos kaki untuk mendapatkan kondisi seimbang antara biaya dengan keuntungan alias profit nol.

Manfaat BEP :
1.     Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankanagar perusahaan tidak mengalami kerugian.
2.     Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.
3.     Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi.
4.     Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh.
Kekurangan Analisis BEP :
1.     Fixed cost haruslah konstan selama periode atau range of out put tertentu
2.     Variabel cost dalam hubungannya dengan sales haruslah konstan
3.     Sales price perunit tidak berubah dalam periode tertentu
4.     Sales mix adalah konstan

BREAK EVEN POINT (BEP) akan bergeser atau berubah apabila:
1.     Perubahan FC, terjadi sebagai akibat bertambahnya kapasitas produksi, dimana perubahan ini di tandai dengan naik turunnya garis FC dan TC-nya, meskipun perubahannya tidak mempengaruhi kemiringan garis TC. Bila FC naik BEP akan bergeser keatas atau sebaliknya.
2.     Perubahan pada variabel cost ratio atau VC per unit, dimana perubahan ini akan menentukan bagaimana miringnya garis total cost. Naiknya biaya VC per unit akan menggeser BEP keatas atau sebaliknya.
3.     Perubahan dalam sales price per unit
4.     Perubahan ini akan mempengaruhi miringnya garis total revenue (TR). Naiknya harga jual per unit pada level penjualan yang sama walaupun semua biaya adalah tetap, akan menggeser kebawah atau sebaliknya.
5.     Terjadinya perubahan dalam sales mix
6.     Apabila suatu perusahaan memproduksi lebih dari satu macam produk maka komposisi atau perbandingan antara satu produk dengan produk lain (sales mix) haruslah tetap. Apabila terjadi perubahan misalnya terjadi kenaikan 20% pada produk A sedangkan produk B tetap maka BEP pun akan berubah


Analisis sensitivitas

 merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui akibat dari perubahan parameter-parameter produksi terhadap perubahan kinerja sistem produksi dalam menghasilkan keuntungan.



Dengan melakukan analisis sensitivitas maka akibat yang mungkin terjadi dari perubahan-perubahan tersebut dapat diketahui dan diantisipasi sebelumnya.


Contoh:
- Perubahan biaya produksi dapat mempengaruhi tingkat kelayakan









Alasan dilakukannya analisis sensitivitas adalah untuk mengantisipasi adanya perubahan-perubahan berikut:


1.
Adanya cost overrun, yaitu kenaikan biaya-biaya, seperti biaya konstruksi, biaya bahan-baku, produksi, dsb.


2.
Penurunan produktivitas


3.
Mundurnya jadwal pelaksanaan proyek


Setelah melakukan analisis dapat diketahui seberapa jauh dampak perubahan tersebut terhadap kelayakan proyek: pada tingkat mana proyek masih layak dilaksanakan.









Analisis sensitivitas dilakukan dengan menghitung IRR, NPV, B/C ratio, dan payback period pada beberapa skenario perubahan yang mungkin terjadi.
Mudah dilakukan dalam software spreadsheet.








Solusi optimal dalam persoalan LP diperoleh di bawah asumsi kondisi determinstik
(certainty condition), artinya data yang dilibatkan dalam formulasi modelnya bersifat
pasti, seperti : harga tetap, kapasitas sumber diketahui secara pasti dan waktu
proses yang dibutuhkan telah ditentukan secara pasti. Namun dalam dunia nyata,
kondisi deterministik ini tidak realistik; kondisi  bersifat dinamis dan selalu ada
kemungkinan untuk berubah. Untuk mengantisipasi situasi ini, dibutuhkan suatu
analisis sensitivitas untuk mengetahui kepekaan tingkat optimal terhadap
kemungkinan perubahan setiap variabel yang dilibatkan dalam formulasi modelnya.
Analisis sensitivitas untuk LP dapat dijabarkan menjadi lima aspek, yaitu :
(1). Perubahan koefisien fungsi tujuan,
(2). Perubahan kapasitas sumber,
(3). Perubahan koefisien teknologi,
(4). Penambahan satu baris fungsi kendala,
(5). Penambahan variabel.
1. Perubahan koefisien fungsi tujuan.
Pengaruh perubahan koefisien fungsi tujuan ditentukan secara langsung dari
Tabel Optimal. Kepekaan tabel optimal terhadap perubahan koefisien fungsi
tujuan ini diukur dengan menambahkan sebuah variabel :  ∆ (di mana  ∆ ≈ 0)
kepada koefisien fungsi tujuan yang berubah. Koefisien fungsi tujuan berubah
menjadi cj + ∆, dan kriteria optimal tetap menggunakan (cj – Zj) < 0 atau
(Zj – cj) > 0 pada tabel optimal. Untuk persoalan maksimasi, kriteria yang
dipakai untuk menjaga optimalitas adalah cj +  ∆ - Zj < 0. Aplikasinya dapat
dilakukan kepada variabel basis maupun non basis.
a. Kasus-1 : variabel non basis (NBV).
Max. Z = 6 X1 + 8 X2
s/t.
5 X1 + 10 X2 < 60 →  kendala mesin giling.
4 X1 +   4 X2 < 40 → kendala mesin pemotong logam.



Bab 5.

Depresiasi
Depresiasi atau penyusutan dalam akuntansi adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya. Penerapan depresiasi akan memengaruhi laporan keuangan, termasuk penghasilan kena pajak suatu perusahaan.
Metode yang paling mudah dan paling sering digunakan untuk menghitung penyusutan adalah metode penyusutan garis lurus (straight-line depreciation). Tapi selain itu, ada pula metode penghitungan lain yang bisa juga digunakan, seperti metode penyusutan dipercepat, penyusutan jumlah angka tahun, dan saldo menurun ganda.
Metode Garis-lurus:
Depresiasi adalah penurunan dalam nilai fisik properti seiring dengan waktu dan penggunaannya. Dalam konsep akuntansi, depresiasi adalah pemotongan tahunan terhadap pendapatan sebelum pajak sehingga pengaruh waktu dan penggunaan atas nilai aset dapat terwakili dalam laporan keuangan suatu perusahaan. Depresiasi adalah biaya non-kas yang berpengaruh terhadap pajak pendapatan. Properti yang dapat didepresiasi harus memenuhi ketentuan berikut:
1. Harus digunakan dalam usaha atau dipertahankan untuk menghasilkan pendapatan.
2. Harus mempunyai umur manfaat tertentu, dan umurnya harus lebih lama dari setahun.
3. Merupakan sesuatu yang digunakan sampai habis, mengalami peluruhan/ kehancuran, usang, atau mengalami pengurangan nilai dari nilai asalnya.
4. Bukan inventaris, persediaan atau stok penjualan, atau properti investasi.
Properti yang dapat didepresiasi dikelompokkan menjadi:
- nyata (tangible): dapat dilihat atau dipegang. Terdiri dari properti personal (personal property) seperti mesin-mesin, kendaraan, peralatan, furnitur dan item-item yang sejenis; dan properti riil (real property) seperti tanah dan segala sesuatu yang dikeluarkan dari atau tumbuh atau berdiri di atas tanah tersebut.
- tidak nyata (intangible). Properti personal seperti hak cipta, paten atau franchise.
Depresiasi merupakan komponen penting dalam analisis ekonomi teknik, karena:
1. Dapat dipergunakan untuk mengetahui nilai suatu asset sesuai dengan waktu.
2. Dapat dipergunakan untuk mengalokasikan depresiasi (accounting depreciation) nilai asset tersebut. Pengalokasian tersebut dipergunakan untuk menjamin bahwa asset yang telah diinvestasikan dapat diperoleh kembali setelah masa layannya selesai.
3. Dengan depresiasi dapat dipergunakan untuk pengurangan pengenaan pajak dengan jalan bahwa asset yang diinvestasikan diperhitungkan sebagai biaya produksi, sehingga hal ini berkaitan dengan pajak.

ISTILAH DALAM DEPRESIASI
Beberapa istilah yang sering dipergunakan didalam depresiasi, adalah:
1. Depresiasi adalah penurunan nilai dari suatu asset. Jumlah depresiasiDt selalu dihitung tahunan.
2. Biaya Awal(First Cost atau Unadjusted Basis) adalah biaya pemasangan dari asset termasuk biaya pembelian, pengiriman dan fee pemasangan, dan biaya langsung lainnya yang dapat dideprisiasikan termasuk persiapan asset untuk digunakan. Istilah unadjusted basis atau simple basis, serta simbul B dipergunakan ketika asset masih dalam keadaan baru.
3. Nilai Buku(Book Value) menggambarkan sisa, investasi yang belum terdepresiasi pada buku setelah dikurangi jumlah total biaya depresiasi pada waktu itu. Nilai buku BVt selalu ditentukan pada akhir tahun.
4. Periode Pengembalian(Recovery Period) umur depresiasi, n, dari asset dalam tahun untuk tujuan depresiasi.
5. Nilai Pasar(Market Value) Perkiraan nilai asset yang realistis jika asset tersebut dijual pada pasar bebas.
6. Tingkat Depresiasi (Depreciation Rate atau Recovery Rate) adalah fraksi dari biaya awal yang diambil dengan depresiasi setiap tahun. Tingkat ini adalah dt, mungkin sama setiap tahun yang sering disebut dengan straight-line rate atau berbeda setiap tahun pada periode pengembaliannya.
7. Nilai Sisa (Salvage Value) Perkiraan nilai jual atau nilai pasar pada akhir masa pakai dari asset tersebut. Nilai sisa SV.

METODE PERHITUNGAN DEPRESIASI
Metode penghitungan depresiasi ada 4 :
1.Metode Garis Lurus
2.Metode Unit Produksi
3.Metode Saldo Menurun Ganda
4.Metode Jumlah Angka Tahun

METODE GARIS LURUS
Dalam metode garis lurus maka nilai terdepresi / nilai yang didepresiasikan dari sebuah aktiva dibagi rata sepanjang taksiran umur manfaat aktiva tersebut.
Depresiasi=( Nilai Aktiva – Residu ) / Taksiran Umur Manfaat

METODE UNIT PRODUKSI
Dalam metode ini nilai depresiasi tergantung kepada banyaknya produksi yang sudah dihasilkan oleh aktiva tersebut ( biasanya berupa mesin produksi ). Semakin banyak produksi yang dihasilkan oleh mesin tersebut maka akan semakin banyak pula depresiasinya.
Depresiasi =( Produksi yang dihasilkan / Taksiran Kemampuan Berproduksi ) x Nilai Terdepresi

METODE SALDO MENURUN GANDA
Metode ini tidak memperhitungkan adanya nilai sisa / residu. Depresiasi tiap periode menggunakan prosentasi yang sama akan tetapi menghasilkan nilai yang berbeda karena nilai depresiasi pertama mengurangi nilai aktiva pada periode kedua dan seterusnya. Artinya nilai aktiva setiap periode selalu berbeda karena nilai aktiva menurun.
Prosentasi Depresiasi =( 100% / taksiran umur manfaat )x2
Depresiasi Periode 1= Prosentase Depresiasi xNilai Aktiva Periode 1
DEpresiasi Periode 2 =Prosentase Depresiasi x Nilai Aktiva Periode2. Dimana nilai aktiva periode 2 adalah nilai aktiva awal dikurangi nilai depresiasi periode 1.

METODE JUMLAH ANGKA TAHUN
Dalam metode ini depresiasi pada periode pertama jumlahnya paling besar dan dan pada periode terakhir depresiasinya paling kecil. Jadi depresiasi setiap periode berkurang sesuai dengan jumlah angka tahun taksiran umur manfaatnya. Jika taksiran umur manfaat n tahun maka cara menghitungnya adalah
S = n(n+1)/2
Depresiasi tahun 1 =( n / S ) x Nilai Terdepresi
Depresiasi tahun 2=( ( n-1 )/ S ) x Nilai Terdepresi
Depresiasi tahun 3=( ( n-2 ) / S ) x Nilai Terdepresi

Umur ekonomis
  1.     harga pembelian daripada aset 
a     harga pembelian daripada aset
b    pajak pembelian
)     Asuransi
d    Pengangkutan
e  Dsb.
 2.     umur aset yang diperkirakan
a.     unit waktu
b.     jumlah produksi

misal : 
Mesin A, mempunyai umur hingga 5 tahun, atau 20.000 unit barang, atau 1.000 jam. 
Untuk aset yang sama umur dapat berbeda dari satu perusahaan dengan perusahaan lain. Di Indonesia, umur aset ditentukan dalam undangundang tentang penghapusan sebagai bagian daripada undang-undang pajak perseroan.

3.     Nilai Residu
Adalah harga yang diharapkan jika aset yang telah habis umurnya ini  dijual, setelah dikurangi dengan biaya pembongkaran.

4.     Nilai Buku
Adalah selisih antara harga beli dengan akumulasi penyusutan.Ada 4 (empat) metode untuk penentuan depresiasi, yaitu :
1.     Straight line method
2.     Unit of production method
3.     Declining Balance Method
4.     Sum of Years Digits Method
*Declining Balance & Straight line method

  1. .  Straight Line Method


Dengan metode ini beban penyusutan dihitung sama rata untuk seluruh  umur daripada aset, dengan rumus sebagai berikut :
 a Misal :
Mesin nilai belinya                   Rp 11.000.000,-
Nilai residu                               Rp   1.100.000,-
Ongkos bongkar                       Rp      100.000,-
Umur barang diperkirakan 10 tahun
Maka depresiasi :
Nilai residu netto = Rp 1.100.000,- - Rp 100.000,-
                             = Rp 1.000.000,


Bab 6
Analysis replacement

Analysis replacement adalah suatu analisis terhadap alternatif pergantian dari cara lama (defender) kepada cara baru (challengger). Pengertian
            Metode Analisis Penggantian Alat {Replacement Analysis) adalah salah satu metode ekonomi yang digunakan untuk menganalisis umur ekonomis sebuah peralatan selama umur guna peralatan tersebut. Parameter-parameter yang dipertimbangkan dalam analisis penggantian peralatan adalah biaya investasi, biaya penyusutan, biaya pemeliharaan, biaya pengoperasian, nilai sisa dengan mempertimbangkan nilai uang terhadap waktu. Studi ekonomi tentang replacement pada dasarnya sama dengan metoda pembanding alternatif, tujuannya adalah untuk menentukan kapan suatu alat harus diganti dengan alat lain yang baru.
            Alasan replacement :
 Kapasitas alat tidak sesuai dengan demand ( misal demand besar, kapasitansi kecil. )
 Alat yang ada sudah aus dan tidak dapat dipakai lagi ( baik karena pemakaian normal maupun rusak.
  Absolence baik fungsional maupun ekonomi sehingga profit menurun.
Analisa replacement digunakan pada  kondisi :
·         Perfomance menurun
·         Perubahan kebutuhan
·         Ketinggalan jaman
b.      Rumus
Annual cost defender AD = nilai pemasukan – pengeluaran ( A/F,10%,3 )
Annual cos challenger AC = annual operating cost + ( nilai pemasukan – pengeluaran ) (A/P,10%,10) – salvage value ( A/F,10%,10)
Jika AD > AC di sarankan untuk membeli suatu yang baru atau memilih yang challenger, tapi jika AD<AC maka pilihlah defender seminimum mungkin

c.       Contoh Kasus dan Jawabannya
Contoh :
            Tiga tahun yang lalu di beli sebuah truk sebagai berikut :
Harga pembelian                     $12000
Umur diperkirakan                  8tahun
Nilai jual akhir             $1600
Biaya operasi tahunan             $3000
Nilai buku saat ini                   $8100
Challenger
            Ditawarkan seharga $11000, truk lama bisa ditukar-tambahkan dengan diberi $7500
Umur challengger                    10tahun
Nilai jual akhir             $2000
Biaya operasi tahunan             $1800
            Bila ditinjau kembali/disesuaikan, truk lama diperkirakan hanya akan bertahan 3tahun lagi dengan perkiraan nilai jual akhir $2000, biaya operasi tahunan sebesar $3000
Data untuk studi perbandingan :
                                                                        Defender                     Challenger
Present value                                                   $7500                          $11000
Annual operating cost                                     $3000                          $1800
Salvage value                                                  $2000                          $2000
Umur                                                               3tahun                         10tahun

Biaya yang hilang sebesar :
            $8100 - $7500 = $600, yang tidak diikutkan dalam analisa. Juga harga pembelian sebesar $12000 tidak lagi relecan.Bagaimana keputusannya bila suku bunga yang berlaku saat ini adalah 10% ?

Jawabannya
Dengan cara annual worth yaitu :
Annual cost defender :
AD = $3000 – $2000 ( A/F,10%,3 )
      = $2395,77
Annual cost challenger
AC = $1800 + ( $11000 - $7500 ) ( A/P,10%,10) - $2000 ( A/F,10%,10)
      = $2244,12
AD > AC ( pengeluaran )
Pilih challenger atau ganti dengan mesin yang baru