Nama :
Noor rochman
Kelas
: 3IB02
Bab 4.
Analisis Incremental
Dalam
proses pengambilan keputusan, tentu biasanya ada beberapa varian atau jalan
yang akan diambil. Masing-masing pasti beresiko dan ada kelemahan dan
kelebihanya. Apalagi dalam dunia bisnis, suatu keputusan yang diambil harus
bisa membawa kancah perusahaan ke dalam hal yang lebih baik dan lebih
menguntungkan serta lebih meminimalkan resiko yang terjadi. Ya, akhirnya
sama-sama saja. Pilih keputusan yang paling baik dari yang terbaik, hehehe…
Untuk memutuskan keputusan itu diambil atau ngga tentunya mesti di analysis
dulu kan? Nah dalam dunia akuntansi atau bisnis, proses itu disebut dengan
“Incremental Analysis”.
Incremental analysis kadang-kadang disebut analisis marjinal
atau analisis diferensial, digunakan untuk menganalisis informasi keuangan yang
diperlukan untuk pengambilan keputusan. Lebih jelasnya, ini mengidentifikasi
pendapatan yang relevan dan biaya-biaya dari setiap alternatif dan dampak yang
diharapkan dari setiap alternatif itu pada pendapatan masa depan.
Contoh
kasus:
Memperbaiki
atau membeli baru. Hal ini juga perlu analysis yang matang untuk memutuskanya.
Misal mesin fotokopi rusak, alalu dihadapkan pada keputusan memperbaikinya atau
membeli yang baru. Segalanya mesti dipertimbangkan dari segi depresiasinya,
Kelnajutan usahanya dan lain sabagainya.
Hal ini jelas penting untuk dapat memahami bagaimana keputusan
seperti ini mempengaruhi baik biaya tetap dan variabel. Jika elemen biaya yang
diberikan tidak berubah dengan keputusan tertentu, itu tidak relevan untuk
tujuan keputusan itu dan kita dapat mengabaikannya. Hal ini dapat
menyederhanakan perhitungan. Sebagai contoh, jika perubahan hanya karena
keputusan adalah peningkatan atau penurunan biaya variabel, semua yang perlu
kita lakukan adalah menghitung ulang margin kontribusi.
Benefit
Cost Ratio
Benefit Cost Ratio
Benefit cost ratio (B/C R) merupakan suatu analisa pemilihan
proyek yang
biasa dilakukan karena mudah, yaitu perbandingan antara benefit dengan cost.
Kalau nilainya < 1 maka proyek itu tidak ekonomis, dan kalau
> 1 berarti proiyek
itu feasible. Kalau B/C ratio = 1 dikatakan proyek itu marginal
(tidak rugi dan tidak untung).
Benefit dan cost tetap
Contoh masalah;
Misalnya suatu pryek pengairan mempunyai umur ekonomis 30 tahun,
investasi
awal pada awal tahun pertama adalah Rp 1 milyar sedang biaya OP Rp 20
juta/tahun, keuntungan proyek adalah Rp 126 juta/tahun. Bunga
bank 5 %, maka :
Biaya tahunan :
Bunga bank 5%
Rp 50 juta
Depresiasi 30 tahun Rp
15 juta
OP
Rp 20 juta
Total biaya tahunan Rp 85 juta
Benefit per tahun Rp 126 juta
B/C ratio = 126/85 = 1,48
Seperti pada contoh di atas, capital cost Rp 1 milyar, annual
benefit Rp 126 juta,
annual
OP Rp 20 juta.
Benefit dan
cost tidak tetap
Kalau
benefit dan cost tidak sama tiap tahunnya maka analisa dilakukan
bedasarkan
nilai sekarang (present value) atau nilai yang akan datang (future
value) pada
suatu waktu tertentu. Yang mempengaruhi
nilai B/C ratio adalah
besarnya
bunga bank. Semakin rendah nilai bunga bank semakin tinggi nilai B/C
ratio.
Kalau OP
dianggap sebagai yang mengurangi jumlah benefit tiap tahunnya,
maka nilai
B/C ratio berubah. Misalnya pada bunga 5%, total biaya tahunan
menjadi Rp
65 juta dan benefit tahunan menjadi Rp 126 juta – Rp 20 juta = Rp
106 juta
sehingga nilai B/C ratio menjadi 106/65 = 1,63.TC 326 - TA.2009/2010
2
Kalau ratio
dihitung dengan tetap memperhitungkan biaya OP tahunan, maka
disebut B/C
ratio. Sedangkan kalau biaya OP
dikurangkan pada benefit maka
disebut B/C*
ratio. Jadi harus dijelaskan cara mana yang akan dipakai.
Net benefit
Net benefit
adalah benefit dikurangi cost. Untuk beneifit dan cost yang
konstan maka
net benefit tahunan adalah selisih dari kedua parameter ini,
sedangkan
untuk benefit dan cost yang tidak konstan, selisih harus dihitung atas
present
value atau future value pada waktu yang sama. Pengurangan benefit
dengan biaya
OP tidak mempengaruhi net benefit. Sebagai contoh pada bunga 5
% benefit
dikurangi OP = Rp 106 juta sedang biaya tahunan Rp 65 juta maka net
benefit = Rp
106 juta – Rp 65 juta = Rp 41 juta sama kalau benefit tahunan tidak
dikurangi
dengan biaya OP tahunan, yaitu Rp 126 juta – Rp 85 juta = Rp 41 juta.
Analisa Payback Period
Dalam
pendirian usaha
mandiri, study kelayakan bisnis perlu dilakukan sebelum usaha mulai
dilaksanakan. Karena usaha yang dilakukan atau dibangun sendiri, meski laba
yang didapat lebih banyak karena tidak dibagi-bagi, kerugiannya pun harus
ditanggung sendiri.
Beberapa metode bisa diterapkan untuk mengukur kelayakanusaha mandiri. Antara
lain metode Payback Period (PP), Index Rate Return (IRR) dan Net Present Value
(NPV). Pada bahasan kali ini, akan dijelaskan metode analisis kelayakan usaha
mandiri dengan payback period atau waktu pengembalian modal. Untuk bahasan lain
seperti NPV dan IRR akan dibahas dalam kesempatan lain.
Payback Period (PP)
Lama tidaknya waktu pengembalian modal tidak bisa disamaratakan
pada setiap usaha mandiri maupun kelompok. Adakalanya modal
memang harus kembali dengan cepat, adakalanya kembali hingga bertahun-tahun.
Sebagai contoh kasus, dalam sebuah usaha mendiri skala kecil
seperti berjualan donat keliling, jika waktu pengembalian modalnya sampai
setengah tahun, keberlangsungan usaha mandiri ini bisa terancam. Karena dalam
usaha makanan seperti itu ketika modal tidak cepat kembali dan uang tidak
berputar dengan cepat maka anda bisa kehabisan modal untuk membeli bahan baku
produksi donat. Terlebih jika modal yang dimiliki dalam usaha mandiri tersebut
cukup minim.
Lain halnya dengan usaha mandiri seperti investasi pada pembangunan
ruko yang tujuannya untuk disewakan. Misal investasi yang dibutuhkan untuk
membeli satu blok ruko sebesar 200 juta, maka wajar saja jika waktu
pengembalian modal usaha mandiri ini bisa sampai bertahun-tahun karena
tujuannya memang untuk disewakan.
Rata-rata pengembalian modal untuk investasi terhadap pembelian
tanah atau bangunan memang relatif lama. Meski demikian investasi usaha mandiri
di bidang ini menjanjikan terutama jika kita membeli tanah atau apartemen di
jantung kota yang harga sewa maupun harga jual kembalinya cenderung naik dari
tahun ke tahun.
Adapun komponen yang dibutuhkan dalam study kelayakan bisnis
sebuah usaha mandiri dengan metode payback period adalah initial investment dan
cashflow.
Pertama, initial investment atau investasi awal merupakan jumlah
total dari modal awal usaha seperti biaya perijinan, pembelian alat,
penyusutan, promosi, produksi, dan komponen lain semacamnya. Komponen kedua
dalam menghitung payback period dalam usaha mandiri adalah cashflow. Berikut
cara perhitungannya.
1. Jika cashflow tahunan usaha mandiri tersebut sama maka
hitungannya adalah
PP = (nilai investasi awal/cashflow tahunan)
PP = (nilai investasi awal/cashflow tahunan)
Misalkan sebuah usaha mandiri investasi awalnya 300 juta dengan
cashflow pertahunnya 50 juta maka diperkirakan modal akan kembali setelah usaha
berjalan selama 6 tahun. Yang didapat dari membagi 300 juta dengan 50 juta.
2. Jika cashflow tahunan usaha mandiri tersebut berbeda
Contoh kasus
Terkadang
aliran kas tiap tahun tidak sama, jika demikian maka perhitungannya seperti
contoh kasus berikut.
Sebuah usaha mendiri telah mengeluarkan investasi awal untuk
berjualan beras dan sembako sebanyak Rp 10.000.000. Pada tahun pertama, karena
dana yang ada banyak dipakai untuk perijinan, pembelian alat dan kebutuhan awal
lain, makan cashflownya sebesar Rp 50.000. Namun pada tahun kedua cashflow
usaha mandiri ini menjadi Rp 3.700.000. Lalu tahun ketiga jumlah produksi dan
penjualan naik sehingga cashflow menjadi Rp 4.500.000, kemudian pada tahun
ketiga cashflow sebesar Rp 6.300.000.
Dengan kasus tersebut dapat diketahui bahwa cashflow kumulatif
usaha mandiri ini pada tahun ke-1, 2, 3, dan 4 berturut-turut adalah Rp 50.000,
Rp 3.750.000, Rp 8.250.000, dan Rp 14.550.000.
PP=3+[(10.000.000-8.250.000)/(14.550.000-8.250.000)
=3+[1.750.000/6.300.000]
= 3 + 0.28
=3+[1.750.000/6.300.000]
= 3 + 0.28
Kemudian dihitung 0.28 x 12 bulan = 2.35 (atau sekitar 3 bulan).
Sehingga diketahui bahwa modal akan kembali setelah 3 tahun 3 bulan.
Break
Even point
Break Even point atau BEP adalah suatu analisis untuk menentukan
dan mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada
harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan
keuntungan / profit.
Rumus Analisis Break Even :
BEP = Total Fixed Cost / (Harga perunit - Variabel Cost Perunit)
BEP = Total Fixed Cost / (Harga perunit - Variabel Cost Perunit)
Keterangan :
- Fixed cost : biaya tetap yang nilainya cenderung stabil tanpa dipengaruhi unit yang diproduksi.
- Variable cost : biaya variabel yang besar nilainya tergantung pada benyak sedikit jumlah barang yng diproduksi.
- Fixed cost : biaya tetap yang nilainya cenderung stabil tanpa dipengaruhi unit yang diproduksi.
- Variable cost : biaya variabel yang besar nilainya tergantung pada benyak sedikit jumlah barang yng diproduksi.
Contoh :
Misalnya ada perusahaan konveksi kaos kaki murah yang harga satu buah kaos kaki adalah Rp. 10.000 dengan biaya variabel sebesar Rp. 5.000 per kaos kaki dan biaya tatap sebesar Rp. 10.000.000
Misalnya ada perusahaan konveksi kaos kaki murah yang harga satu buah kaos kaki adalah Rp. 10.000 dengan biaya variabel sebesar Rp. 5.000 per kaos kaki dan biaya tatap sebesar Rp. 10.000.000
BEP = 10.000.000 / (10.000 - 5.000)
BEP = 20.000
BEP = 20.000
Jadi diperlukan memproduksi 20.000 kaos kaki untuk mendapatkan
kondisi seimbang antara biaya dengan keuntungan alias profit nol.
Manfaat BEP :
1. Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankanagar perusahaan tidak
mengalami kerugian.
2. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.
3. Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita
rugi.
4. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume
penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh.
Kekurangan Analisis BEP :
1. Fixed cost haruslah konstan selama periode atau range of out put tertentu
2. Variabel cost dalam hubungannya dengan sales haruslah konstan
3. Sales price perunit tidak berubah dalam periode tertentu
4. Sales mix adalah konstan
BREAK EVEN POINT (BEP) akan bergeser atau berubah apabila:
1. Perubahan FC, terjadi sebagai akibat bertambahnya kapasitas produksi,
dimana perubahan ini di tandai dengan naik turunnya garis FC dan TC-nya,
meskipun perubahannya tidak mempengaruhi kemiringan garis TC. Bila FC naik BEP
akan bergeser keatas atau sebaliknya.
2. Perubahan pada variabel cost ratio atau VC per unit, dimana perubahan ini
akan menentukan bagaimana miringnya garis total cost. Naiknya biaya VC per unit
akan menggeser BEP keatas atau sebaliknya.
3. Perubahan dalam sales price per unit
4. Perubahan ini akan mempengaruhi miringnya garis total revenue (TR). Naiknya
harga jual per unit pada level penjualan yang sama walaupun semua biaya adalah
tetap, akan menggeser kebawah atau sebaliknya.
5. Terjadinya perubahan dalam sales mix
6. Apabila suatu perusahaan memproduksi lebih dari satu macam produk maka
komposisi atau perbandingan antara satu produk dengan produk lain (sales mix)
haruslah tetap. Apabila terjadi perubahan misalnya terjadi kenaikan 20% pada
produk A sedangkan produk B tetap maka BEP pun akan berubah
Analisis sensitivitas
merupakan
analisis yang dilakukan untuk mengetahui akibat dari perubahan
parameter-parameter produksi terhadap perubahan kinerja sistem produksi dalam
menghasilkan keuntungan.
|
||||||
Dengan
melakukan analisis sensitivitas maka akibat yang mungkin terjadi dari
perubahan-perubahan tersebut dapat diketahui dan diantisipasi sebelumnya.
|
||||||
Contoh:
-
Perubahan biaya produksi dapat mempengaruhi tingkat kelayakan
|
||||||
Alasan
dilakukannya analisis sensitivitas adalah untuk mengantisipasi adanya
perubahan-perubahan berikut:
|
||||||
1.
|
Adanya cost
overrun, yaitu kenaikan biaya-biaya, seperti biaya konstruksi, biaya
bahan-baku, produksi, dsb.
|
|||||
2.
|
Penurunan
produktivitas
|
|||||
3.
|
Mundurnya
jadwal pelaksanaan proyek
|
|||||
Setelah
melakukan analisis dapat diketahui seberapa jauh dampak perubahan tersebut
terhadap kelayakan proyek: pada tingkat mana proyek masih layak dilaksanakan.
|
||||||
Analisis
sensitivitas dilakukan dengan menghitung IRR, NPV, B/C ratio, dan payback
period pada beberapa skenario perubahan yang mungkin terjadi.
Mudah
dilakukan dalam software spreadsheet.
|
||||||
Solusi optimal dalam persoalan LP diperoleh di bawah asumsi kondisi
determinstik
(certainty condition), artinya data yang dilibatkan dalam formulasi
modelnya bersifat
pasti, seperti : harga tetap, kapasitas sumber diketahui secara pasti dan
waktu
proses yang dibutuhkan telah ditentukan secara pasti. Namun dalam dunia
nyata,
kondisi deterministik ini tidak realistik; kondisi bersifat dinamis dan selalu ada
kemungkinan untuk berubah. Untuk mengantisipasi situasi ini, dibutuhkan
suatu
analisis sensitivitas untuk mengetahui kepekaan tingkat optimal terhadap
kemungkinan perubahan setiap variabel yang dilibatkan dalam formulasi
modelnya.
Analisis sensitivitas untuk LP dapat dijabarkan menjadi lima aspek, yaitu :
(1). Perubahan koefisien fungsi tujuan,
(2). Perubahan kapasitas sumber,
(3). Perubahan koefisien teknologi,
(4). Penambahan satu baris fungsi kendala,
(5). Penambahan variabel.
1. Perubahan koefisien fungsi tujuan.
Pengaruh perubahan koefisien fungsi tujuan ditentukan secara langsung dari
Tabel Optimal. Kepekaan tabel optimal terhadap perubahan koefisien fungsi
tujuan ini diukur dengan menambahkan sebuah variabel : ∆ (di mana
∆ ≈ 0)
kepada koefisien fungsi tujuan yang berubah. Koefisien fungsi tujuan
berubah
menjadi cj + ∆, dan kriteria optimal tetap menggunakan ∀ (cj – Zj) < 0 atau ∀
(Zj – cj) > 0 pada tabel optimal. Untuk persoalan maksimasi, kriteria
yang
dipakai untuk menjaga optimalitas adalah cj + ∆ - Zj < 0. Aplikasinya dapat
dilakukan kepada variabel basis maupun non basis.
a. Kasus-1 : variabel non basis (NBV).
Max. Z = 6 X1 + 8 X2
s/t.
5 X1 + 10 X2 < 60 → kendala mesin
giling.
4 X1 + 4 X2 < 40 → kendala mesin
pemotong logam.
Bab 5.
Depresiasi
Depresiasi atau penyusutan dalam akuntansi adalah
alokasi sistematis jumlah yang
dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya. Penerapan
depresiasi akan memengaruhi laporan
keuangan, termasuk penghasilan kena pajak suatu
perusahaan.
Metode yang paling mudah dan paling sering digunakan untuk menghitung
penyusutan adalah metode penyusutan garis lurus (straight-line depreciation).
Tapi selain itu, ada pula metode penghitungan lain yang bisa juga digunakan,
seperti metode penyusutan dipercepat, penyusutan jumlah angka tahun, dan saldo
menurun ganda.
Metode Garis-lurus:
Depresiasi adalah penurunan dalam nilai fisik properti seiring
dengan waktu dan penggunaannya. Dalam konsep akuntansi, depresiasi adalah
pemotongan tahunan terhadap pendapatan sebelum pajak sehingga pengaruh waktu
dan penggunaan atas nilai aset dapat terwakili dalam laporan keuangan suatu
perusahaan. Depresiasi adalah biaya non-kas yang berpengaruh terhadap pajak
pendapatan. Properti yang dapat didepresiasi harus memenuhi ketentuan berikut:
1. Harus
digunakan dalam usaha atau dipertahankan untuk menghasilkan pendapatan.
2. Harus
mempunyai umur manfaat tertentu, dan umurnya harus lebih lama dari setahun.
3. Merupakan
sesuatu yang digunakan sampai habis, mengalami peluruhan/ kehancuran, usang,
atau mengalami pengurangan nilai dari nilai asalnya.
4. Bukan
inventaris, persediaan atau stok penjualan, atau properti investasi.
Properti yang
dapat didepresiasi dikelompokkan menjadi:
- nyata
(tangible): dapat dilihat atau dipegang. Terdiri dari properti personal
(personal property) seperti mesin-mesin, kendaraan, peralatan, furnitur dan
item-item yang sejenis; dan properti riil (real property) seperti tanah dan
segala sesuatu yang dikeluarkan dari atau tumbuh atau berdiri di atas tanah
tersebut.
- tidak
nyata (intangible). Properti personal seperti hak cipta, paten atau franchise.
Depresiasi
merupakan komponen penting dalam analisis ekonomi teknik, karena:
1. Dapat
dipergunakan untuk mengetahui nilai suatu asset sesuai dengan waktu.
2. Dapat
dipergunakan untuk mengalokasikan depresiasi (accounting depreciation) nilai
asset tersebut. Pengalokasian tersebut dipergunakan untuk menjamin bahwa asset
yang telah diinvestasikan dapat diperoleh kembali setelah masa layannya
selesai.
3. Dengan
depresiasi dapat dipergunakan untuk pengurangan pengenaan pajak dengan jalan
bahwa asset yang diinvestasikan diperhitungkan sebagai biaya produksi, sehingga
hal ini berkaitan dengan pajak.
ISTILAH
DALAM DEPRESIASI
Beberapa
istilah yang sering dipergunakan didalam depresiasi, adalah:
1. Depresiasi
adalah penurunan nilai dari suatu asset. Jumlah depresiasiDt selalu dihitung
tahunan.
2. Biaya
Awal(First Cost atau Unadjusted Basis) adalah biaya pemasangan dari asset
termasuk biaya pembelian, pengiriman dan fee pemasangan, dan biaya langsung
lainnya yang dapat dideprisiasikan termasuk persiapan asset untuk digunakan.
Istilah unadjusted basis atau simple basis, serta simbul B dipergunakan ketika
asset masih dalam keadaan baru.
3. Nilai
Buku(Book Value) menggambarkan sisa, investasi yang belum terdepresiasi pada
buku setelah dikurangi jumlah total biaya depresiasi pada waktu itu. Nilai buku
BVt selalu ditentukan pada akhir tahun.
4. Periode
Pengembalian(Recovery Period) umur depresiasi, n, dari asset dalam tahun untuk
tujuan depresiasi.
5. Nilai
Pasar(Market Value) Perkiraan nilai asset yang realistis jika asset tersebut
dijual pada pasar bebas.
6. Tingkat
Depresiasi (Depreciation Rate atau Recovery Rate) adalah fraksi dari biaya awal
yang diambil dengan depresiasi setiap tahun. Tingkat ini adalah dt, mungkin
sama setiap tahun yang sering disebut dengan straight-line rate atau berbeda
setiap tahun pada periode pengembaliannya.
7. Nilai Sisa
(Salvage Value) Perkiraan nilai jual atau nilai pasar pada akhir masa
pakai dari asset tersebut. Nilai sisa SV.
METODE
PERHITUNGAN DEPRESIASI
Metode
penghitungan depresiasi ada 4 :
1.Metode
Garis Lurus
2.Metode Unit
Produksi
3.Metode
Saldo Menurun Ganda
4.Metode
Jumlah Angka Tahun
METODE
GARIS LURUS
Dalam metode
garis lurus maka nilai terdepresi / nilai yang didepresiasikan dari sebuah
aktiva dibagi rata sepanjang taksiran umur manfaat aktiva tersebut.
Depresiasi=(
Nilai Aktiva – Residu ) / Taksiran Umur Manfaat
METODE
UNIT PRODUKSI
Dalam metode
ini nilai depresiasi tergantung kepada banyaknya produksi yang sudah dihasilkan
oleh aktiva tersebut ( biasanya berupa mesin produksi ). Semakin banyak
produksi yang dihasilkan oleh mesin tersebut maka akan semakin banyak pula
depresiasinya.
Depresiasi
=( Produksi yang dihasilkan / Taksiran Kemampuan Berproduksi ) x Nilai
Terdepresi
METODE
SALDO MENURUN GANDA
Metode ini
tidak memperhitungkan adanya nilai sisa / residu. Depresiasi tiap periode
menggunakan prosentasi yang sama akan tetapi menghasilkan nilai yang berbeda
karena nilai depresiasi pertama mengurangi nilai aktiva pada periode kedua dan
seterusnya. Artinya nilai aktiva setiap periode selalu berbeda karena nilai
aktiva menurun.
Prosentasi
Depresiasi =( 100% / taksiran umur manfaat )x2
Depresiasi
Periode 1= Prosentase Depresiasi xNilai Aktiva Periode 1
DEpresiasi
Periode 2 =Prosentase Depresiasi x Nilai Aktiva Periode2. Dimana nilai aktiva periode 2 adalah nilai aktiva awal dikurangi nilai depresiasi periode 1.
METODE
JUMLAH ANGKA TAHUN
Dalam metode
ini depresiasi pada periode pertama jumlahnya paling besar dan dan pada periode
terakhir depresiasinya paling kecil. Jadi depresiasi setiap periode berkurang
sesuai dengan jumlah angka tahun taksiran umur manfaatnya. Jika taksiran umur
manfaat n tahun maka cara menghitungnya adalah
S
= n(n+1)/2
Depresiasi
tahun 1 =( n / S ) x Nilai Terdepresi
Depresiasi
tahun 2=( ( n-1 )/ S ) x Nilai Terdepresi
Depresiasi
tahun 3=( ( n-2 ) / S ) x Nilai Terdepresi
Umur ekonomis
1. harga
pembelian daripada aset
a harga pembelian daripada
aset
b pajak pembelian
) Asuransi
d Pengangkutan
e Dsb.
a. unit waktu
b. jumlah produksi
misal :
Mesin
A, mempunyai umur hingga 5 tahun, atau 20.000 unit barang, atau 1.000
jam.
Untuk aset yang sama umur dapat
berbeda dari satu perusahaan dengan perusahaan lain. Di Indonesia, umur aset
ditentukan dalam undangundang tentang penghapusan sebagai bagian daripada
undang-undang pajak perseroan.
3. Nilai Residu
Adalah harga yang diharapkan
jika aset yang telah habis umurnya ini dijual, setelah dikurangi dengan
biaya pembongkaran.
4. Nilai Buku
Adalah selisih antara harga beli
dengan akumulasi penyusutan.Ada 4 (empat) metode untuk penentuan depresiasi,
yaitu :
1. Straight line method
2. Unit of production method
3. Declining Balance Method
4. Sum of Years Digits
Method
*Declining Balance &
Straight line method
- . Straight Line Method
Dengan metode ini beban
penyusutan dihitung sama rata untuk seluruh umur daripada aset, dengan
rumus sebagai berikut :
a Misal :
Mesin nilai belinya
Rp 11.000.000,-
Nilai residu
Rp 1.100.000,-
Ongkos
bongkar
Rp 100.000,-
Umur barang diperkirakan 10 tahun
Maka depresiasi :
Nilai residu netto = Rp
1.100.000,- - Rp 100.000,-
= Rp 1.000.000,
Bab
6
Analysis replacement
Analysis replacement adalah suatu analisis terhadap
alternatif pergantian dari cara lama (defender) kepada cara baru (challengger).
Pengertian
Metode
Analisis Penggantian Alat {Replacement Analysis) adalah salah satu metode
ekonomi yang digunakan untuk menganalisis umur ekonomis sebuah peralatan
selama umur guna peralatan tersebut. Parameter-parameter yang dipertimbangkan
dalam analisis penggantian peralatan adalah biaya investasi, biaya
penyusutan, biaya pemeliharaan, biaya pengoperasian, nilai sisa dengan mempertimbangkan
nilai uang terhadap waktu. Studi ekonomi tentang replacement pada dasarnya sama
dengan metoda pembanding alternatif, tujuannya adalah untuk menentukan kapan
suatu alat harus diganti dengan alat lain yang baru.
Alasan
replacement :
Kapasitas alat tidak sesuai dengan demand ( misal
demand besar, kapasitansi kecil. )
Alat yang ada sudah aus dan tidak dapat dipakai lagi (
baik karena pemakaian normal maupun rusak.
Absolence baik fungsional maupun ekonomi
sehingga profit menurun.
Analisa replacement digunakan pada kondisi :
·
Perfomance menurun
·
Perubahan kebutuhan
·
Ketinggalan jaman
b. Rumus
Annual cost defender AD = nilai pemasukan – pengeluaran
( A/F,10%,3 )
Annual cos challenger AC = annual operating cost + (
nilai pemasukan – pengeluaran ) (A/P,10%,10) – salvage value ( A/F,10%,10)
Jika AD > AC di sarankan untuk membeli suatu yang
baru atau memilih yang challenger, tapi jika AD<AC maka pilihlah
defender seminimum mungkin
c. Contoh Kasus dan
Jawabannya
Contoh :
Tiga
tahun yang lalu di beli sebuah truk sebagai berikut :
Harga
pembelian $12000
Umur
diperkirakan 8tahun
Nilai jual
akhir $1600
Biaya operasi
tahunan $3000
Nilai buku saat ini $8100
Challenger
Ditawarkan
seharga $11000, truk lama bisa ditukar-tambahkan dengan diberi $7500
Umur
challengger 10tahun
Nilai jual
akhir $2000
Biaya operasi
tahunan $1800
Bila
ditinjau kembali/disesuaikan, truk lama diperkirakan hanya akan bertahan 3tahun
lagi dengan perkiraan nilai jual akhir $2000, biaya operasi tahunan sebesar
$3000
Data untuk studi perbandingan :
Defender Challenger
Present
value $7500 $11000
Annual operating
cost $3000 $1800
Salvage
value $2000 $2000
Umur 3tahun 10tahun
Biaya yang hilang sebesar :
$8100
- $7500 = $600, yang tidak diikutkan dalam analisa. Juga harga pembelian
sebesar $12000 tidak lagi relecan.Bagaimana keputusannya bila suku bunga yang
berlaku saat ini adalah 10% ?
Jawabannya
Dengan cara annual worth yaitu :
Annual cost defender :
AD = $3000 – $2000 ( A/F,10%,3 )
= $2395,77
Annual cost challenger
AC = $1800 + ( $11000 - $7500 ) ( A/P,10%,10) - $2000 (
A/F,10%,10)
= $2244,12
AD > AC ( pengeluaran )
Pilih challenger atau ganti dengan mesin yang baru
sumber referensi:
http://cfasyifa.wordpress.com/2011/12/02/break-even-point-bep/
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND.TEKNIK_SIPIL/198008022008012-DEWI_YUSTIARINI/pertemuan_13-TC_326.pdf
http://mysweetestfamily.wordpress.com/2011/05/20/incremental-analysis-pembahasan/
http://web.ipb.ac.id/~tepfteta/ekotek/Minggu_14/M14B1.htm
http://blogtiara.wordpress.com/2011/03/28/depresiasi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar